Sudah dua minggu berlalu semenjak hasil tes swab Antigen dan PCR saya menyatakan bahwa saya positif Covid 19.
Saat itu hari Senin, 21 Juni 2021 saya berangkat kerja seperti biasanya. Jam 7 berangkat dari rumah. Saat itu saya belum merasakan gejala apapun, masih seperti biasa.
Sampai di kantor pun saya juga masih sempat melakukan beberapa aktivitas rutin, membaca artikel pak Dahlan, absen, membaca email, membalas beberapa ticket helpdesk.
Dan briefing pun tiba. Saat itulah saya merasakan gejala yang tidak enak pada badan saya. Pada saat briefing akan selesai. Pertama kaki saya keduanya pegal semua, kemudian tangan saya dan tidak lama kemudian seluruh badan saya rasanya pegal semua.
Rasanya tidak enak sekali seluruh badan saya.
Pegal itu hanya saya rasakan ketika badan saya tidak digerakkan sama sekali, tetapi jika dibuat untuk gerak pegalnya tidak terlalu. Makanya pada saat itu saya terus menggerakkan kaki dan tangan saya.
Pegal itu semakin lama semakin menjadi saja rasanya. Pada saat selesai briefing saya langsung pergi ke meja saya dan mencoba beristirahat sebentar. Tapi sama saja, malah semakin terasa pegalnya.
Tidak enak sekali rasanya. Rasanya badan saya capek, pengen di pijit terus dan pengen rebahan. Saya tahan rasa pegal itu dan saya lanjut bekerja. Mungkin nanti bakal mendingan. Pikir saya.
Tidak lama kemudian, saya merasakan sakit kepala. Pusing sekali rasanya kepala saya.
Semakin lama semakin tidak karuan saja rasanya badan saya. Karena tidak kuat lagi akhirnya saya ijin ke pak HRD untuk ijin pulang karena kurang enak badan.
Saya disarankan untuk pergi ke klinik dan melakukan tes swab antigen. Saran dari pak boss. Diantar oleh pak HRD juga.
Awalnya saya belum mengira jika itu adalah ulah si Virus Covid. Tapi setelah saya pikir-pikir gejala yang saya alami itu mirip sekali seperti apa yang diceritakan oleh pak Boss yang dulu juga pernah positif Covid. Tapi saya mencoba untuk tetap berfikir positif. Mungkin cuma demam biasa. Pikir saya waktu itu untuk mencoba menghibur diri. Dan ternyata itu adalah pemikiran yang salah.
Setelah saya di test dan tidak lama setelah itu hasilnya keluar. Hasil yang membuat saya down se down downnya pada saat itu juga. Lah, kok bisa? Kapan? Dimana? Terus bagaimana ini?.
Pemikiran yang saya usahakan untuk tetap positif ujung-ujungnya jadi negatif juga. Karena memang saya tidak menduga sama sekali jika saya ternyata positif Covid.
Setelah itu pak HRD menyuruh saya untuk kembali ke kantor dulu, menitipkan motor, dan setelah itu baru pulang naik taksi online. Pak Boss yang menyarankan itu, karena takutnya ada apa-apa di jalan jika saya pulang sendiri naik motor.
Pada saat di kantor saya hanya di luar, dan pak Boss banyak menasehati saya pada saat itu. Berbagi pengalaman apa saja yang harus dilakukan dan beberapa hal lain.
Sampai di rumah saya langsung masuk dan langsung pergi ke kamar dan langsung menghubungi kakak saya, bilang kalau saya hari ini saya pulang cepat karena saya positif Covid.
Saya sebenarnya takut untuk pulang ke rumah. Karena di rumah ada pakde saya yang sedang sakit juga dan anak kakak saya yang masih berumur 3 tahun. Takut menularkan ke mereka.
Setelah itu saya langsung tiduran di kamar, karena memang rasanya tidak karuan badan saya. Sampai akhirnya saya tertidur.
Sore saya terbangun. Saat itu badan saya sudah tidak pegal lagi, hanya sakit kepala saja.
Saya disuruh untuk tes swab PCR oleh kakak saya, dia sudah menunggu di tempat. Di klinik yang menyediakan tes PCR paling dekat dengan rumah saya.
Tes swab PCR ini bisa dibilang lebih kejam dari pada tes swab Antigen. Karena cotton bud yang digunakan itu lebih besar, jadi lebih terasa pengar di hidung. Kalau Antigen masih lumayan kecil dibandingkan dengan PCR ini. Tapi sama saja, sama sama membuat hidung pengar.
Selesai tes untuk hasilnya harus menunggu sampai keesokan harinya.
Keesokan harinya kakak saya pergi untuk mengambil hasil tes PCR. Hasilnya juga sudah jelas, jika antigen saja dinyatakan positif apalagi PCR.
Saya dinyatakan positif dengan nilai CT Value yang sangat rendah, hanya 15,10. Yang seharusnya kalau saya baca-baca mengenai hal tersebut nilainya harus 40 atau lebih.
Saya sudah tidak terlalu terkejut lagi dengan hasil tersebut.
Akhirnya saya harus menjalani isolasi mandiri di kamar. Kakak saya saja sampai pindah mengontrak di rumah sebelah. Karena memang rumah saya tidak terlalu mendukung jika untuk isolasi mandiri seperti ini. Apalagi ada anak kecil dan pakde yang sedang sakit.
Saya jadi semakin merasa tidak enak. Malah yang punya rumah yang harus pindah mengungsi.